
Pada zaman dahulu kala, di Pulau Mintin termasuk daerah Kahayan Hilir ada kerajaan yang dipimpin oleh raja yang arif dan bijaksana. Sang Raja memerintah dengan adil dan bijaksana, sehingga kerajaan mencapai kejayaan dan rakyatnya hidup dalam kemakmuran. Pada suatu hari, sang permaisuri yang sangat dicintai oleh raja meninggal dunia. Kepergian sang Permaisuri membuat sang raja terguncang, serta membuat hatinya sedih bukan kepalang. Untuk menghibur hatinya yang sedang gundah gulana, sang Raja berniat hendak berlayar.
Namun roda pemerintahan harus tetap berjalan lancer, oleh karena itu untuk sementara tugas pemerintahan diserahkan pada kedua putranya yang kembar, yaitu si Naga dan si Buaya. Sang raja menjelaskan segala sesuatunya yang berhubungan dengan tugas seorang pemimpin. Kedua anak muda itu mendengarkan dengan seksama, merena menerima tanggung jawab tersebut. Setelah dirasa cukup memberi wejangan, kemudian raja berlayar dan kedua putranya yang masih muda itu menduduki tahta kerajaan.
Begitu raja tidak ada di tempat, si Naga berbuat sesuka hati. Ia suka berfoya-foya, menghambur-hamburkan harta. Sementara si Buaya dikenal sebagai sosok yang pemurah, hemat, dan suka menolong. Karena kesal dengan tingkah laku kakaknya Buaya lalu menghadap penasihat kerajaan untuk menegur Naga. Namun, Naga tidak mengindahkan segala nasihat. Ia bahkan mengancam akan melaporkan penasihat kerajaan pada ayahnya.
Hari berganti hari, tingkah laku Naga semakin menjadi-jadi. Bersama para pengawalnya, ia bahkan mendatangi rumah-rumah penduduk dan memaksa mereka untuk membayar pajak yang besar. Mendengar tindak tanduk Naga, Buaya menjadi sangat marah. Tanpa membuang waktu ia mendatangi Naga lalu menegurnya, iaa bertekad untuk menghentikan segala tindak-tanduk Naga.
Namun, Naga tidak akan menyerah begitu saja. Dengan segenap kekuatannya, ia melawan Buaya. Pertempuran pun tidak terelakkan. Dengan membawa pasukan masing-masing, mereka bertempur habis-habisan. Korban pun berjatuhan, dan banyak pengawal yang mati sia-sia.
Dalam pelayarannya, sang Raja tiba-tiba merasa resah, seperti ada yang tidak beres. Maka, diperintahkannya nahkoda kapal agar berbalik menuju istana. Setibanya di istana ia kaget melihat mayat bergelimpangan di mana-mana. Belum hiiang rasa herannya, ia melihat kedua putra kernbarnya sedang bertarung dengan sengit. Raja yang marah pun menghardik Naga dan Buaya yang sedang bertarung. Naga dan Buaya serentak menoleh pada ayahnya, dan mereka Iangsung menghentikan pertarungan.
Buaya lalu menghampiri raja dan memohon ampun, Buaya pun menjelaskan bahwa dia hanya ingin menghentikan tindakan Naga yang semena-mena. Naga pun membantah ucapan Buaya, dan mengatakan bahwa Buaya iri padanya dan ingin menjadi raja tunggal. Oleh karena itu Buaya ingin membunuhnya.
Namun, apa pun alasan yang mereka katakan, raja sudah kecewa karena mereka telah menyia-nyiakan kepercayaannya. Amarah dari raja pun membuat langit menghitam dan petir menggelegar saat raja berteriak meluapkan amarahnya. Dengan lantang raja pun berkata pada Naga dan Buaya,
“Demi ibumu, aku harus menghukum kalian! Buaya, jadilah kau seekor buaya. Ayah tahu tujuanmu baik, melindungi rakyat. Tapi kau juga menyengsarakan mereka, maka tinggallah di pulau ini dan jagalah rakyat dari serangan musuh!”
Seketika berubahlah Buaya menjadi seekor buaya yang diiringi suara petir yang terus menggelegar. Melihat adiknya berubah menjadi buaya, Naga pun menjadi ketakutan dan memohon ampun pada ayahnya. Raja memandang anaknya dengan rasa penyesalan, kemudian ia pun berkata pada Naga,
“Naga, jadilah kau naga yang sesungguhnya. Karena kesalahanmu, semuanya menjadi kacau. pergilah dari pulau ini, tinggallah di Sungai Kapuas. Tugasmu adalah menjaga Sungai Kapuas agar tidak ditumbuhi cendowan bantilung!”
Dalam sekejap, Naga pun berubah menjadi seekor naga. Kemudian ia pergi meninggalkan ayahnya dan tinggal di Sungai Kapuas seumur hidupnya.