
I Cupak dan I Grantang adalah sepasang kakak beradik dengan karakter dan keunikan masing-masing. Masing-masing memiliki karakter yang khas. I Cupak dan I Grantang tinggal di negara yang disebut Daha Negara, yang dijalankan oleh Datu Daha. Datu Daha memiliki seorang putri cantik bernama Dewi Sekar Nitra.
I Cupak adalah sosok yang kurang rajin dan cenderung menghabiskan waktunya dengan bermain dan bersenang-senang, sementara I Grantang, sang kakak, dikenal sebagai pemuda yang rajin, penuh semangat, dan selalu bekerja keras. Keberhasilan I Grantang dalam segala hal tidak lepas dari dedikasi dan ketekunannya, sedangkan I Cupak lebih sering mengandalkan keberuntungan dan menghindari kerja keras. Kontras antara keduanya menjadi cermin dari bagaimana sikap dan tindakan dapat membentuk takdir seseorang.
Pada suatu hari saat waktunya tiba untuk membajak sawah, I Grantang dengan tekun mempersiapkan sapi-sapi miliknya dan mulai membajak tanah. Dia bekerja keras sepanjang hari, berjuang untuk memastikan sawah mereka subur dan siap untuk panen. Di sisi lain, I Cupak memilih untuk bersenang-senang dan mengabaikan tanggung jawabnya. Dia bermain sepanjang hari, tidak memperdulikan pekerjaan yang harus dilakukan. Namun, saat waktu pulang tiba, I Cupak dengan licik berpura-pura telah menyelesaikan pekerjaannya lebih dulu, meninggalkan I Grantang yang masih sibuk membersihkan sapi-sapinya. Walau ini merupakan sebuah tindakan kecil, ia sudah mulai membiasakan dirinya untuk menipu demi keuntungan pribadi.
Tidak lama setelah itu, kabar buruk datang ke desa mereka. Desas-desus menyebar tentang I Benaru, monster mengerikan yang mengancam keselamatan desa. I Benaru, menurut cerita rakyat, adalah makhluk yang tidak hanya menakutkan, namun juga memiliki kekuatan yang luar biasa. I Benaru mampu menghancurkan desa dengan sekali serang. Raja pun mendengar kabar ini dan mengirimkan panggilan kepada para pahlawan untuk melawan monster mengerikan tersebut. Ini adalah kesempatan bagi siapa saja untuk menunjukkan keberanian sejati.
I Grantang, yang selalu siap untuk melindungi desanya, segera menawarkan diri untuk melawan monster tersebut. Dengan bantuan dua orang Pathi dari kerajaan Daha Negara, mereka dibawa ke gurun tempat tinggal monster itu. Dengan keberanian dan tekad, mereka berangkat menuju gua tempat I Benaru tinggal. I Grantang segera melawan raksasa itu, dan raksasa itu jatuh pingsan.
I Cupak yang sebernarnya tidak memiliki keberanian sejati, melihat kesempatan ini sebagai jalan untuk mendapatkan ketenaran. I Cupak melihat kesempatan besar ini dan segera membunuh monster itu dengan keris yang diberikan oleh Datu Daha sebelum pergi ke hutan. Akhirnya raksasa itu mati dengan keris I Cupak di dadanya. Cupak sengaja melakukan itu agar orang mengira dia berhasil melawan raksasa itu.
Dengan cerdik, ia mulai menyebarkan cerita palsu tentang dirinya yang turut bertarung melawan monster itu. I Cupak mengklaim bahwa dirinya telah mengalahkan I Benaru, walau pada kenyataannya ia tidak pernah terlibat dalam pertempuran tersebut.
Namun, seperti dalam banyak kisah, kebenaran akhirnya terungkap. Keberanian sejati I Grantang yang melawan monster itu tidak dapat disembunyikan oleh kebohongan I Cupak. Rakyat desa mulai mengetahui bahwa I Grantang lah yang telah menyelamatkan mereka, sementara I Cupak hanya dapat bersembunyi di balik cerita palsu. Dalam kehidupan ini, kejujuran selalu lebih berharga daripada tipu daya.
I Grantang, dengan segala kebaikan dan keberaniannya, mendapat penghargaan dan perlindungan dari raja, serta kebahagiaan yang tidak pernah diduga sebelumnya. Ia dipandang sebagai pahlawan sejati, yang mengutamakan kebaikan di atas segala hal. Sebaliknya, I Cupak, yang hanya bergantung pada kebohongan dan tipu daya, akhirnya harus menghadapi akibat dari tindakannya. Ia ditinggalkan tanpa dukungan dan menjadi contoh bagi siapa pun yang ingin meraih kesuksesan melalui jalan pintas dan ketidakjujuran.