
Dikisahkan, di sebuah desa yang makmur ada sepasang suami istri kaya yang hanya memiliki seorang anak laki-laki bernama La Golo. Sebagai anak tunggal, La Golo dibanjiri kasih sayang dan tidak pernah ditolak apa pun yang ia inginkan. Orang tuanya selalu memanjakannya tanpa henti, selalu memenuhi setiap permintaannya.
Namun, seiring bertambahnya usia, La Golo menjadi pemalas dan suka membangkang. Ia tidak pernah membantu orang tuanya dalam pekerjaan rumah, dia hanya peduli pada bermain sepanjang hari. Sang ayah, yang melihat anaknya tumbuh menjadi anak yang egois dan tidak bertanggung jawab, merasa sangat kecewa.
Lalu, ia pun merencanakan sebuah rencana. Suatu hari, ayah La Golo memanggilnya dan mengajaknya pergi berburu ke hutan. La Golo pun sangat senang dan menuruti ajakan ayahnya. Ia menyukai berburu dan dengan cepat mengambil busur serta anak panahnya, bersemangat untuk petualangan yang menantinya.
Mereka pergi jauh ke dalam hutan, di mana pepohonan menjulang tinggi dan suara burung serta hewan memenuhi udara. Saat La Golo sibuk mencari hewan buruan, tanpa ia sadari, ayahnya perlahan-lahan menjauh dan meninggalkannya sendirian.
Setelah beberapa saat, La Golo melihat sekeliling dan menyadari bahwa ayahnya telah menghilang. Kepanikan mulai menyelimutinya, berulang kali memanggil ayahnya namun tidak ada jawaban.
Saat itulah La Golo memahami kenyataan pahit, ayahnya telah meninggalkannya di hutan. Rasa penyesalan menyelimuti hatinya saat ia mengingat semua kesalahannya. Ia selalu membangkang, tidak pernah membantu orang tuanya, dan tidak menghargai segala yang telah mereka berikan padanya. Kini, ia tersesat dan sendirian.
Dengan tekad untuk menemukan jalan pulang, La Golo terus berjalan menyusuri hutan. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan seorang anak bernama Sandari, yang juga ditinggalkan oleh ayahnya karena sifatnya yang manja dan suka membangkang. Mereka saling berbagi kisah dan memutuskan untuk mencari jalan keluar bersama.
Dalam perjalanan, mereka bertemu dengan dua anak lainnya, La Ngepe dan La Bonggo, yang mengalami nasib serupa. Keempat anak itu segera menjadi sahabat, terikat oleh pengalaman yang sama. Mereka mulai menyadari, bahwa ayah mereka meninggalkan mereka karena perilaku buruk mereka sendiri.
Saat melanjutkan perjalanan, keempat anak itu bertemu dengan seekor rusa yang berlari dengan sangat cepat. Mereka terkagum-kagum melihat kecepatan rusa tersebut. Mereka pun menghampiri rusa itu dan minta diajarkan untuk dapat berlari secepat dirinya. Rusa itu pun mau mengajari mereka, namun mereka harus berjanji untuk tidak berburu lagi dan bersikap baik kepada sesama makhluk hidup. Anak-anak itu setuju dan berlatih dengan tekun hingga akhirnya mereka akhirnya dapat berlari secepat rusa.
Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan dan melihat seekor monyet yang gesit berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya dengan lincah. Mereka lalu mendatangi monyet itu dan minta diajari agar dapat memanjat pohon seperti dirinya. Monyet itu pun menyanggupi permintaan mereka, namun dengan syarat mereka harus berjanji untuk tidak menyakiti hewan dan selalu bersikap hormat kepada alam. Anak-anak itu segera menyetujui, dan di bawah bimbingan monyet, mereka belajar memanjat pohon dengan mahir.
Akhirnya, mereka bertemu dengan seekor kerbau yang kuat. Dengan kepalanya, kerbau itu menabrak pohon hingga bergetar hebat. Mereka pun mendatangi kerbau itu dan minta diajarkan agar dapat menggunakan kekuatan kepala seperti dirinya. Kerbau pun mau mengajari mereka, namun mereka harus berjanji untuk tidak menggunakan kekuatan itu untuk menyakiti siapa pun, hanya untuk melindungi diri dan berbuat kebaikan. Dengan sungguh-sungguh, anak-anak itu berjanji. Setelah berhari-hari berlatih, mereka akhirnya menguasai kekuatan kerbau.
Setelah berminggu-minggu berkelana, akhirnya mereka tiba di sebuah kerajaan megah. Di sana, mereka mendengar kabar gembira karena saat itu raja sedang mengadakan perlombaan besar dengan hadiah emas. Ada dua kompetisi utama, yaitu lomba lari dan adu kekuatan kepala.
La Golo lalu memutuskan untuk ikut perlombaan itu, dan jika dia menang mereka dapat membawa emas itu sebagai hadiah untuk orang tua mereka dan membuktikan bahwa kini mereka telah berubah. Ketiga temannya pun bersorak, mendukung keputusan La Golo.
Perlombaan pertama adalah lomba lari. Dengan keterampilan yang diajarkan oleh rusa, La Golo berlari secepat kilat, mendahului semua peserta lain, dan memenangkan perlombaan. Penonton dan teman-temannya pun bersorak gembira.
Selanjutnya adalah adu kepala, di mana peserta harus menghadapi prajurit terkuat kerajaan dalam uji kekuatan. Satu per satu, para penantang gagal. Saat giliran La Golo tiba, dia teringat pelajaran dari kerbau. Dengan keberanian, dia merundukkan kepalanya dan menubruk lawannya dengan kekuatan besar. Sang prajurit jatuh tersungkur, dan La Golo pun dinyatakan sebagai pemenang.
Sang raja sangat terkesan dan menghadiahi La Golo sejumlah besar emas. Setelah memenangkan lomba itu, La Golo dan teman-temannya membagi emas itu secara adil. Sang raja, yang terharu mendengar kisah mereka, memerintahkan para prajuritnya untuk mengantar anak-anak itu kembali ke desa masing-masing.
Saat La Golo tiba di rumah, orang tuanya pun terkejut. Mereka mengira, bahwa putra mereka telah hilang selamanya. La Golo kemudian berlutut di hadapan mereka dan meminta maaf. La Golo menyadari telah menjadi anak yang malas dan tidak tahu berterima kasih. La Golo kini telah belajar dari kesalahannya.
Mata orang tuanya berkaca-kaca. Mereka memeluknya dengan hangat, merasa bangga melihat anak mereka telah tumbuh menjadi pemuda yang bertanggung jawab. Hal yang sama pun terjadi pada Sandari, La Ngepe, dan La Bonggo. Ayah mereka, yang dahulu meninggalkan mereka karena kecewa, kini menyambut mereka kembali dengan penuh kasih sayang.
Sejak hari itu, keempat anak itu hidup sebagai pribadi yang rajin dan baik hati, membuktikan bahwa bahkan anak yang paling manja pun bisa berubah dengan pelajaran yang tepat.