Dikisahkan, di Kabupaten Kutai Timur ada sepasang suami istri dengan nama Dea Pey dan Weluen Long. Keduanya adalah jelmaan dari matahari dan bulan yang menyinggahi bumi dan menjalani hidup bersama buah hati mereka, walau hidup sederhana hari demi hari mereka lalui dengan penuh kebahagiaan.
Saat musim bercocok tanam tiba sang suami yang dikenal ulet giat bekerja, sedangkan Dea Pey berniat untuk menanam padi di sebuah ladang dekat tempat tinggal mereka. Keduanya mulai mempersiapkan ladang untuk keperluan bercocok tanam, namun membakar ladang dan menebang pohon bukan hal mudah untuk dilakukan. Oleh karena itu, Dea Pey memohon bantuan para emta (ahli spiritual dalam bahasa Dayak Wehea) agar lahan dapat segera diolah.
Setelah mendapatkan uluran tangan, Dea Pey mengutus sang istri, Weluen Long, untuk mempersiapkan santapan makan siang para emta di rumah. Semalam sebelumnya, Dea Pey juga telah memancing sebuah ikan gabus berukuran besar yang kemudian ia letakkan di samping pondok mereka.
Hari yang dinanti telah tiba, para emta berdatangan dan mulai bercocok tanam untuk membantu Dea Pey. Sebagai istri yang penurut, Weluen Long mempersiapkan bahan-bahan untuk disajikan pada saat makan siang. Namun, Weluen Long tidak dapat menemukan lauk untuk dimasak bersama sayur-mayur yang ia miliki.
Ia pun bertanya kepada sang suami yang tengah bekerja di ladang tentang lauk apa yang akan disajikan untuk para emta, Dea Pey pun menyuruh istrinya untuk memotong ikan yang dia letakkan di samping pondok sebagai lauk. Weluen Long termenung mendengar perkataan suaminya, karena dalam pendengarannya sang suami mengutusnya untuk memotong putri semata wayang mereka untuk menjadi lauk yang akan disantap siang itu.
Weluen Long kembali memastikan dan bertanya dengan lantang, dan sang suami bersikeras dengan jawaban yang sama. Dengan kebingungan luar biasa akibat jawaban serupa yang didengar pertama kali, Weluen Long berteriak lagi untuk memastikan bahwa pendengarannya tidak mengelabuinya.
Kelelahan dan gusar akibat ditanyakan hal yang sama berkali-kali, Dea Pey berteriak untuk memotong ikan tersebut dan mulai memasak. Walau masih dirundung kebingungan, ia pun menuruti perintah suaminya dan membunuh putri semata wayangnya yang sedang bermain ayunan. Setelah memotong tubuh dan memasaknya, ia meletakkan tulang belulang sang putri di samping tungku kompor.
Sekembalinya bercocok tanam, Dea Pey dan para emta tampak semangat untuk menyantap makan siang yang telah tersaji. Kendati ukuran pondok milik Dea Pey cenderung kecil, para emta tetap mengantre dengan teratur untuk mendapatkan giliran makan. Dea Pey dan sejumlah emta yang berkesempatan untuk menyantap makan siang terlebih dahulu tampak puas akan santapan yang disuguhkan Weluen Long.
Dea Pey memuji santapan yang nikmat kepada sang istri, namun dia menanyakan lauk apa yang disajikan karena dia merasa memakan daging. Weluen Long pun menjawab dengan terheran, bahwa suaminya yang memerintahkan anaknya untuk dipotong dan dijadikan lauk.
Terperanjat, Dea Pey sontak berhenti makan dan bergegas menuju dapur untuk menemukan deretan tulang belulang sang putri di samping tungku kompor. Dirundung amarah, Dea Pey spontan menuangkan kuah sayur yang panas mendidih ke arah Weluen Long hingga kulitnya melepuh dan berbekas menjadi luka bakar.
Pertikaian keduanya terdengar ke telinga para emta. Satu per satu emta pun berhamburan pergi meninggalkan pondok. Para emta yang telah kadung menyantap daging sang putri semata wayang Dea Pey, dipercayai menjadi penyebar ilmu hitam dan ajaran buruk lainnya. Sedangkan sejumlah emta yang belum sempat menyantap daging tersebut, menjadi tabib penyembuh nan arif dan bijaksana.
Ingin menenangkan diri akibat telah menumpahkan kuah sayur mendidih ke tubuh Weluen Long, Dea Pey bertolak ke angkasa. Sebelumnya ia bertutur kepada Weluen Long , bahwa sesungguhnya mereka memang ditakdirkan bersama. Dia tidak dapat mencari istri sepertinya, sebagaimana dia yang tidak dapat mencari suami selain dia. Mungkin mereka tidak dapat bertatap muka setiap hari, namun suatu saat akan datang waktu mereka akan bertemu kembali. Dengan perasaan penuh sesal dan amarah yang membara, ia pun kembali menjadi matahari.
Dirundung pilu sekaligus rasa sakit, Weluen Long terus mengobati luka bakar yang dideritanya. Perlahan tapi pasti, kondisi kulit Weluen Long kian pulih. Akan tetapi, terdapat luka di bagian punggung yang belum pulih, bahkan berulat dan mulai membusuk karena tidak terjangkau untuk diobati.
Saat Weluen Long tengah menangis terisak, seekor burung perungguk datang menghampirinya. Weluen Long lantas menceritakan tragedi yang menimpanya. Setelah itu, Weluen Long meminta tolong kepada sang perungguk untuk membersihkan sisa luka di punggungnya. Dengan rasa iba dan penuh perhatian, perungguk mulai membersihkan luka dan mencungkil ulat yang bersarang di punggung Weluen Long. Setiap hari, perungguk selalu datang ke pondok Weluen Long untuk mengobati lukanya. Acap kali, perungguk bermalam di sana karena merasa enggan untuk meninggalkan Weluen Long.
Seiring berjalannya waktu, perungguk mulai jatuh hati pada Weluen Long, bahkan mengutarakan niat untuk memperistrinya. Namun, lamaran ini ditolak secara halus oleh Weluen Long.
Karena sudah terlanjur jatuh hati, perungguk tidak menerima penolakan Weluen Long. Ia pun bersikeras untuk tetap tinggal di pondok Weluen Long dan menemaninya, namun sesungguhnya Weluen Long telah memiliki niat untuk pergi ke angkasa dan meninggalkan perungguk. Lagi pula, ia sudah merasa sehat seperti sediakala. Namun, ia merasa tidak enak hati karena ketulusan perungguk dalam merawatnya.
Weluen Long pun memutar otak dan mencari cara untuk meninggalkan perungguk, dan diam-diam ia telah mengemas barang-barangnya untuk dibawa ke angkasa. Selanjutnya, ia mendapatkan ide untuk mengelabui perungguk dengan sebuah tipu muslihat. Weluen Long menyembunyikan sepotong bambu yang biasa ia gunakan untuk mencari kutu, dan meminta perungguk untuk mencarinya di sekeliling pondok.
Weluen Long kemudian bergegas mempersiapkan barang-barang yang telah ia kemas untuk dibawa ke angkasa. Di tengah pencariannya, perungguk tidak kunjung menemukan barang yang dimaksud. Namun, Weluen Long terus membujuk agar ia meneruskan pencariannya. Sementara itu, Weluen Long mulai menebar beras di sekeliling pondok sebagai ritual untuk terbang ke langit.
Perungguk berteriak untuk menyampaikan amarahnya karena merasa dikelabui, namun ia tertegun ketika melihat Weluen Long sudah terbang bebas di angkasa dan perlahan menjelma menjadi bulan. Bekas luka bakar di punggung Weluen Long, menjadi permukaan tidak rata yang terdapat pada bulan.
Perungguk dengan segera terbang mengejar Weluen Long hingga batas ketinggian yang dapat dicapainya. Setelah itu, ia kembali turun ke bumi dan hanya dapat meratapi kepergian Weluen Long dengan pilu. Setiap merindukan Weluen Long, ia duduk termenung pada malam hari dan menunggu kemunculan sang bulan.
Selepas meninggalkan bumi dan mendiami angkasa, pertemuan antara Dea Pey dan Weluen Long yang telah berubah wujud tidak pernah terjadi. Sebagaimana bumi yang terus berputar beserta matahari dan bulan yang silih berganti menyinari bumi dalam waktu berbeda. Maka dari itu, keduanya hanya dapat bertemu saat gerhana matahari maupun bulan terjadi. Sejatinya, gerhana adalah gambaran dari Weluen Long yang berhasil mengejar Dea Pey untuk melepas rindu.