Asal Usul Danau Toba

Ada seorang petani kebun bernama Toba, setiap hari Toba bekerja dengan giat di ladangnya. Menanam, mengurusi ladang, serta memanen. Di sela-sela atau di akhir kegiatan berladang, Toba tidak jarang pergi ke sungai. Di sungai, ia mencari ikan untuk dibawa pulang dan dijadikan santapan, maupun dijual lagi jika ia berhasil mendapat beberapa ikan.

Tapi di suatu hari yang biasa-biasa saja, Toba terlihat kebingungan. Setelah meladang seharian, perutnya lapar. Ia pergi ke sungai seperti biasa untuk memancing ikan, namun anehnya di hari itu tidak satupun ikan yang berhasil dia dapatkan. Sambil menunggu keajaiban, ia berangan seandainya ia memiliki istri pastilah ia tidak perlu susah payah menunggu tangkapan ikan seperti ini. Toba membayangkan betapa senangnya jika ada seorang istri di rumahnya, yang menyambut ia pulang berladang dan menyiapkan hidangan untuk dinikmati bersama.

Lalu kail yang tadinya bergeming tiba-tiba bergoyang, Toba pun kaget dan buru-buru menarik pancingnya. Seekor ikan mas yang besar terangkut di kailnya, Toba belum pernah melihat ikan sebesar itu di sungai yang selama ini biasa ia datangi. Ia lalu segera membawa ikan tersebut pulang ke rumahnya.

Sepanjang perjalanan pulang, Toba kegirangan. Ia membayangkan betapa nikmatnya santapannya hari itu. Seekor ikan besar siap diolah menjadi makanan yang lezat. Setibanya di rumah, Toba bergegas untuk siap-siap memasak. Ia menyimpan ikan tangkapannya baik-baik di dapur, sementara dia mempersiapkan hal lainnya.

Namun betapa terkejutnya Toba, saat kembali ke dapur ikannya sudah tidak ada. Lebih mengejutkan lagi, tiba-tiba ada sosok seorang perempuan yang begitu menawan. Perempuan itu berterima kasih pada Toba. Masih terkejut, Toba berusaha bertanya siapa perempuan itu dan mengapa ia ada di rumahnya. Perempuan itu mengaku, bahwa dirinya adalah seorang putri yang dikutuk dewa menjadi seekor ikan yang diselamatkan dari sungai oleh Toba.

Sang putri merasa berhutang budi pada Toba. Sebagai wujud rasa terima kasihnya, sang putri bersedia menjadi istri Toba. Namun ada satu syarat bagi Toba sebelum menjadikannya istri, yaitu merahasiakan asal-usul sang putri dari seekor ikan. Toba tidak keberatan. Lantas keduanya pun menjadi sepasang suami istri.

Waktu berjalan dan sepasang suami istri ini akhirnya dikaruniai seorang anak laki-laki, anak itu diberi nama Samosir. Samosir menjadi kebanggaan sang ayah, terutama sang ibu yang sangat mencintainya.

Namun berbeda dengan sang ayah yang amat rajin dan giat bekerja, Samosir tumbuh menjadi anak pembangkang. Tidak jarang kedua orang tuanya dibuat pusing karena tingkah lakunya. Bukan cuma itu, konon nafsu makannya pun juga luar biasa besar. Bahkan, sang ayah harus semakin giat berladang demi mencukupi kebutuhan makan anaknya yang luar biasa besar. Sayangnya, Samosir enggan membantu atau bahkan sekadar menemani ayahnya berladang.

Begtu besarnya cinta Toba pada anaknya, ia sama sekali tidak pernah mengeluh. Toba tetaplah seorang pekerja keras yang giat dan rajin, setiap hari ia pergi ke ladang seharian demi membahagiakan keluarga kecilnya.

Suatu hari, Samosir diminta bantuan oleh ibunya. Di tengah hari yang terik, sang ibu meminta tolong pada Samosir untuk mengantar makan siang ayahnya ke ladang. Tentu saja Samosir tidak langsung menurutinya. Sambil bersungut-sungut, ia terpaksa mengiyakan permintaan ibunya.

Sepanjang jalan ia tidak berhenti mengeluh. Sambil bermalas-malasan dan berlama-lama di jalan, Samosir merasa kelaparan. Ia membayangkan terus masakan ibunya yang nikmat. Apalagi makanan yang ada di tangannya itu, dari aromanya saja ia sudah bisa membayangkan kenikmatannya.

Bukannya lekas-lekas diantar ke ayahnya, Samosir justru bolak-balik mengintip bekal makan siang ayahnya. Sampai akhirnya ia tergoda untuk memakannya. Pikirnya, sedikit saja ia makan pasti ayahnya tidak tahu, namun mencicipinya satu kali tidaklah cukup.

Dengan tetap berlambat-lambat, ia kelaparan lagi di perjalanan. Samosir kembali memakan sebagian bekal makan siang sang ayah. Kejadian ini pun terjadi berkali-kali hingga ia tiba di ladang bertemu ayahnya.

Toba lekas-lekas berhenti dari kegiatannya di ladang, buru-buru ia menghampiri anaknya yang membawa makan siang. Namun betapa terkejutnya Toba saat membuka bungkusan makan siangnya, bungkusan itu kosong dan tidak ada sesuap pun nasi untuk ia makan. Rasa lapar di tengah siang yang terik ditambah lelah setelah berladang dari pagi membuat Toba marah.

Ia menghardik Samosir dengan mempertanyakan makanan untuknya. Samosir mengaku, bahwa dirinya tidak kuasa menahan lapar di jalan. Aroma masakan ibunya yang begitu nikmat membuat ia ingin memakannya. Tanpa rasa bersalah dari kata-kata dan raut wajahnya, Samosir membuat ayahnya semakin marah.

Kali ini, Toba benar-benar diamuk kecewa. Ia betul-betul emosi pada anaknya. Sumpah serapah keluar dari mulutnya. Ia menghardik Samosir sebagai anak yang tidak tahu diri dan tidak tahu diuntung. Amarahnya membuat Toba kelewat melontarkan umpatan pada Samosir. “Dasar anak ikan!” begitu teriaknya pada Samosir. Samosir pun kaget, Toba pun makin memperjelas ucapannya bahwa Samosir memang anak dari perempuan yang dulunya seekor ikan. Rasa jengkel, kesal, dan luapan emosi Toba membuatnya tidak sadar bahwa dia sudah mengingkari janjinya pada sang istri.

Mendapati kenyataan seperti itu dari ayahnya, Samosir buru-buru pulang. Diiringi tangis dan kesedihan ia cepat-cepat lari menuju rumahnya. Setibanya di rumah, ibunya pun kaget mendapati anaknya menangis. Samosir langsung memeluk sang ibu dan mengadukan perkataan ayahnya.

Betapa kaget dan sedihnya sang ibu melihat perasaan anaknya terluka oleh perkataan ayahnya sendiri, ditambah perkataan Toba pada sang anak juga melukai hatinya sebagai istri. Toba telah mengingkari janjinya sebelum menjadikannya istri yakni mengungkap asal-usulnya dari seekor ikan. Dalam rasa marah, sedih, dan kecewa, ia pergi bersama sang anak dari rumah.

Toba yang menyadari ucapannya bergegas pulang dari ladang menuju rumahnya. Namun ia terlambat, sang istri dan anaknya sudah tidak ada di rumah. Saat itu, langit pun diliputi awan gelap. Gemuruh terdengar dari seluruh penjuru, seakan alam ikut marah karena Toba mengingkari janjinya. Ia berlari tanpa arah berusaha mencari istri dan anaknya.

Toba tidak berhasil mendapati istri dan anaknya, kini keduanya menghilang tanpa jejak. Sementara itu, sang putri yang pergi bersama Samosir, sang anak, sudah mengetahui akan terjadi bencana besar seketika itu juga. Dari langkah-langkah kakinya di tanah yang dipijak, perlahan-lahan keluar air terus-menerus. Sambil terus pergi menjauh, ia berusaha menyelamatkan sang anak. Ia menyuruh Samosir untuk pergi ke daratan paling tinggi di desa itu. Keduanya berpisah dalam rasa sedih yang teramat dalam.

Sang putri terus berlari tapi air terus keluar dari tanah yang iya pijak hingga akhirnya memenuhi seluruh penjuru desa. Air tidak terbendung lagi, dan dengan cepat seluruh desa tenggelam. Sang putri kembali menjadi ikan. Begitu besarnya luapan air, daratan luas tersebut berubah menjadi danau. Danau itulah yang kini kita kenal sebagai Danau Toba. Dataran tinggi yang berhasil menjadi tempat Samosir menyelamatkan diri lantas menjadi Pulau Samosir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *