
Dikisahkan, ada seorang lelaki dengan dua orang anak yang bernama Pak Ipung. Pak Ipung tinggal di sebuah dusun yang terletak di Muara Muntai, Kalimantan. Sudah lama ia menjadi seorang bapak sekaligus ibu untuk kedua anaknya, karena sang istri sudah lama meninggal akibat sakit. Setiap hari, ia bekerja keras untuk mencari nafkah sebagai pencari kayu bakar.
Setiap hari, ia bangun sebelum matahari terbit untuk memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah. Setelah memandikan dan makan bersama kedua anaknya yang masih kecil-kecil, Ia langsung pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Menjelang sore hari, ia pun kembali pulang ke rumah.
Dalam waktu satu minggu, ia menjual kayu bakar tersebut dua kali ke pasar. Uang dari hasil penjualan kayu bakar, ia belanjakan bahan makanan, baju untuk kedua anaknya, dan sebagiannya ia simpan. Pak Ipung sangat bekerja keras, namun walau ia sudah berusaha tapi tetap saja ia merasa sangat kewalahan mengurus kedua anaknya yang masih kecil.
Pada suatu hari, ia berniat untuk mencari istri agar dapat mengurus kedua anaknya dan mengerjakan pekerjaan rumah pada saat ia pergi bekerja. Sehingga suatu hari, ia bertemu dengan seorang gadis yang sangat baik hati. Tanpa menunggu lama ia pun langsung melamar gadis tersebut, dan sang gadis pun menerima lamaran Pak Ipung.
Pada awalnya, gadis tersebut menjadi ibu yang sangat baik bagi kedua anaknya. Namun, lambat laun pada saat Pak Ipung bekerja dan jarang pulang untuk mencari kayu bakar ke tempat yang lumayan jauh, saat itulah ibu tiri tersebut memperlakukan kedua anak Pak Ipung secara tidak baik. Kedua anak Pak Ipung masih kecil-kecil, namun sang ibu tiri sering menyuruhnya mengambil air di sungai dan tidak jarang keduanya terkena pukulan sang ibu.
Semakin hari, perlakuan sang ibu tiri semakin menjadi-jadi. Pada suatu hari, kedua anak tersebut disuruh untuk pergi ke hutan mencari kayu bakar. Kedua anak kecil tersebut berjalan memasuki hutan dengan rasa takut, karena untuk pertama kalinya mereka memasuki hutan. Sepanjang perjalanan, mereka mengumpulkan ranting-ranting yang jatuh dari pohon. Lama-kelamaan jalan yang mereka lewati semakin gelap, pepohonan yang sangat lebat membuat cahaya matahari tidak dapat menembus masuk. Bahkan, keduanya pun sejak pagi belum makan.
Akhirnya, dengan penuh rasa sabar dan menahan rasa lapar, mereka pun tiba di sebuah sungai. Di sana mereka melihat banyak sekali pohon pisang, kedua anak tersebut makan pisang sepuasnya hingga kenyang. Mereka pun membawa beberapa pisang tersebut sebagai bekal. Karena kayu yang dikumpulkan masih sangat sedikit, kedua kakak-beradik ini takut untuk pulang ke rumah. Akhirnya, mereka memutuskan untuk bermalam di hutan.
Keesokan harinya, setelah mereka mendapatkan kayu masing-masing satu pikul kayu bakar, mereka pun pulang ke rumah. Perjalanan pulang sangat jauh, sehingga bekal pisang yang mereka bawa sudah habis. Akhirnya, mereka pun sampai di rumah. Sesampainya di rumah mereka langsung memanggil ibu tirinya untuk menunjukkan bahwa mereka sudah membawa kayu bakar.
Namun, tidak ada jawaban. Sepertinya, ibu tiri mereka tidak ada di rumah. Namun, setelah lama menunggu. Sang ibu tiri tidak juga datang. Akhirnya, kedua kakak-beradik tersebut tidak dapat menahan rasa laparnya.
Akhirnya, mereka pun mengambil nasi ketan. Karena sangat lapar, mereka pun tidak merasakan rasa panas. Tidak lama kemudian, datanglah sang ayah Pak Ipung dan ibu tirinya. Melihat kedua anaknya yang baru saja pulang dan menghabiskan makanan. Pak Ipung sangat marah, ia terhasut oleh sang istri.
Kedua kakak-beradik tersebut hanya menangis mendengar bentakan sang ayah, mereka pun berhenti menelan nasi ketan. Pada saat itulah mereka merasakan panas di seluruh tubuhnya. Karena begitu panasnya, kedua kakak-beradik itu langsung membuka bajunya dan berlari menuju sungai yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka.
Rumput yang mereka lewati pun ikut terbakar, dan mereka pun menceburkan diri ke dalam sungai. Saat menceburkan diri ke sungai, tiba-tiba mereka berdua benar-benar berubah menjadi dua ekor Ikan. Pak Ipung sang ayah, sangat menyesal dengan perkataannya. Namun, penyesalannya tidak ada gunanya. Karena kedua anaknya tidak dapat kembali ke wujud semula. Kini kedua Ikan tersebut di kenal dengan sebutan Ikan Pesut.