Kisah Bujang Awang Tabuang

Dikisahkan, ada Kerajaan Peremban Panas yang dipimpin oleh raja yang Bernama Raja Kramo Kratu Agung dan permaisurinya yang Bernama Putri Rimas Bangesu. Setelah enam tahun menikah, kebahagiaan mereka terganggu lantaran mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Khawatir siapa yang akan meneruskan kerajaannya, sang raja kemudian memanggil kerabatnya untuk memberi jalan keluar atas masalah ini.

Keputusan telah dipilih, yaitu titah dan perintah mengharuskan Putri Rimas untuk diasingkan jauh ke dalam hutan rimba. Takhtanya sebagai permaisuri juga dicabut, agar sang raja dapat menikahi perempuan lain.

Keesokan harinya, Putri Rimas pun kemudian diasingkan di hutan rimba. Dalam kesedihan, ia dikejutkan dengan kedatangan seekor harimau dan kera. Putri Rimas kebingungan, karena kedua hewan itu bisa berbicara. Ternyata, harimau dan kera tersebut merupakan utusan para dewata untuk menjaga sang permaisuri yang sedang mengandung.

Kedua utusan dewata tadi membantu Putri Rimas membangun sebuah gubuk kecil di tengah hutan rimba. Setiap hari, kera tidak pernah lupa membawakan makanan untuk Putri Rimas yang sedang mengandung.

Sembilan bulan berlalu, Putri Rimas akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki. Ia diberi nama Bujang Awang Tabuang dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh sang ibu dan kedua teman baiknya, harimau serta kera.

Harimau dan kera mengajarkan Bujang berbagai keahlian membela diri, selain itu kera mengajarkan Bujang cara memanjat pohon dengan cepat dan melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Sedangkan harimau mengajarkan Bujang cara melompat, berguling, dan menyergap lawan. Bujang terus tumbuh dan beranjak dewasa di dalam hutan rimba dengan sehat, kuat, dan tampan. Berkat didikan sang ibu, Bujang berhasil mempunyai kesaktian.

Pada suatu malam, ia bertanya kepada Putri Rimas tentang ayahnya. Putri Rimas pun merasa Bujang sudah pantas untuk mengetahui siapa ayahnya. Tanpa menutupi sang ibu memberi tahu bahwa Raja Kramo Kratu Agung adalah ayahnya, ia juga menceritakan bagaimana mereka berakhir di hutan.

Bujang lantas meminta izin kepada Putri Rimas untuk berkunjung ke istana dan menemui ayahnya, sang ibu pun menyetujuinya dengan satu janji. Putri Nimas meminta Bujang untuk berhati-hati dan sebisa mungkin menghindari perkelahian, serta tidak membuat keonaran.

Bujang pun bersedia menuruti petuah itu, dan keesokan paginya Bujang langsung melangkah meninggalkan hutan rimba. Setelah jalan berhari-hari, Bujang akhirnya tiba di Kerajaan Peremban Panas. Dalam seketika, ia terkagum-kagum melihat kehidupan kerajaan yang ramai akan bangunan megah.

Begitu sampai di depan istana, Bujang langsung melangkah masuk ke dalam istana dan melewati deretan pengawal gerbang. Melihat aksinya itu, para pengawal bergegas menghampiri dan menghentikannya.

Bujang menyatakan kehendaknya untuk bertemu sang pemimpin, yakni Raja Kramo. Tentu saja, kedua pengawal gerbang tidak mengizinkannya. Namun, Bujang tetap memaksa, hingga perkelahian antara Bujang dan pengawal gerbang istana pun tidak dapat dihindarkan.

Tidak sanggup melawan Bujang, para pengawal gerbang lantas meminta bantuan. Prajurit lainnya datang mengeroyok beramai-ramai hingga terjadi perkelahian besar. Seorang diri Bujang mampu menghadapi para prajurit ini seorang dengan gagah berani, dan para prajurit pun berlari menjauhi gerbang.

Selesai berkelahi, Bujang pun tertidur di bawah pohon besar. Sesungguhnya, Bujang masih lelah setelah jalan berhari-hari dari hutan. Tidak disangka-sangka, suara dengkurannya ternyata membuat pilar-pilar istana bergetar. Semua penghuni istana kerajaan segera berhamburan keluar, karena mengira ada gempa bumi.

Getaran itu terus berlangsung berulang kali, hingga Patih Kerajaan Peremban Panas, Raden Tumenggung, berusaha mencari sumber getaran tadi. Dengan terpaksa, Raden Tumenggung mendatangi pohon tempat Bujang tertidur. Ia memberi tahu, bahwa dengkuran Bujang membuat istana porak-poranda. Bahkan, sang patih juga memerintahkan Bujang untuk hengkang dari tempatnya beristirahat.

Bujang menghiraukan permintaan itu, dan tetap berusaha jalan memasuki istana. Dianggap kurang ajar, Raden Tumenggung langsung menyerang dan berkelahi dengan Bujang Awang Tabuang.  Pergaduhan ini menjadi tontonan para prajurit istana, dan tidak butuh waktu lama Patih pun berhasil dikalahkan.

Seusai mengalahkan Patih, Bujang lalu memasuki istana dan menghancurkan apa saja yang ia temui. Mendengar kekacauan ini, Raja Kramo pun langsung turun tangan menghadapi Bujang. Didatangi Raja Kramo, Bujang semakin mengamuk. Keduanya bertarung sengit selama satu hari satu malam. Bujang tidak sadar bahwa ia sedang bertarung dengan Raja Kramo, ayah yang ingin ia temui.

Pertarungan berjalan semakin seru, karena Bujang akhirnya menemui lawan yang mampu menandingi kesaktiannya. Karena tidak ada tanda-tanda siapa yang akan menang, Raja Kramo akhirnya menyudahi pertarungan itu.

Saat tahu bahwa ia bertarung melawan Raja Kramo, Bujang pun langsung meminta maaf. Ia lalu bercerita bahwa ia adalah Bujang Awang Tabuang, putra dari Putri Rimas Bangesu. Saat ibunya diasingkan ke hutan, ibunya sedang mengandung dirinya.

Terkejut mendengar cerita Bujang, Raja Kramo langsung menghampiri dan memeluk erat anaknya. Sang raja meminta maaf sudah mengasingkan ibunya, Putri Rimas Bangesu. Ia tidak tahu bahwa saat diusir, sang putri tengah mengandung anaknya sendiri.

Keesokan harinya, Raja Kramo Kratu Agung, Bujang Awang Tabuang, dan para prajurit bergegas menuju hutan rimba untuk menjemput Putri Rimas Bangesu. Kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda sudah dipersiapkan untuk sang putri, dengan Bujang yang menjadi pemimpin dari rombongan itu.

Setelah belasan tahun, Raja Kramo Kratu Agung dan Putri Rimas Bangesu akhirnya bertemu kembali. Keduanya saling berpelukan sambil menangis. Meminta maaf atas ketidaktahuannya, raja meminta putri untuk kembali ke istana menjadi istri serta ibu dari penerus kerajaannya, Bujang Awang Tabuang.

Raja merasa sangat berutang budi kepada harimau dan kera, karena mereka telah menjaga permaisuri dan Bujang dengan sangat baik. Kedua hewan ini lalu turut dibawa ke istana. Sejak saat itu, keluarga pemimpin Kerajaan Peremban Panas kembali hidup bersama dengan damai di dalam istana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *