Dikisahkan, ada serumpun bunga seroja yang cantik tumbuh di tengah kolam kecil pinggir desa. Kelopak mahkotanya yang berwarna pink terlihat lembut berjajar lebat di sekeliling putik bulat berwarna kuning, hal itu membuat siapapun yang memandangnya selalu merasa takjub. Keindahan dan kemegahaannya tidak tertandingi oleh seluruh pohon yang tumbuh di sekitar kolam tersebut, dan hari-hari berlalu dengan penuh pujian setiap hari. Pujian-pujian itu membuat seroja menjadi sombong, ia semakin menonjolkan kemolekannya dan memandang rendah pohon-pohon yang lain.
Di tepi kolam, tumbuh rumput teki yang kecil. Ia merambat di bibir kolam, daunnya pendek, pipih seperti pita hijau yang melengkung. Ia tidak memiliki batang ataupun ranting, bunganya kecil tanpa mahkota, hanya seperti gulungan bola kecil yang hampir tidak terlihat saat menyembul dari rumpun daun-daunnya. Setiap makhluk yang datang ke kolam tidak pernah memperhatikannya, bahkan mereka tidak peduli saat kakinya menginjak-injak rumput teki sampai rusak.
Suatu hari setelah sekawanan kambing baru saja memakan rumput teki dan menginjak-injaknya saat hendak minum di kolam, bunga seroja yang melihatnya pun mengejek rumput teki. Rumput teki hanya tersenyum, ia menjelaskan bahwa hidupnya memang diciptakan bagi makanan hewan ternak. Bunga seroja mencibir mengatakan bahwa rumput teki bodoh sekali, karena apa enaknya hidup menjadi makanan binatang lain. Dirinya menjadi rusak, bahkan kambing-kambing itu juga membuang kotoran di atas daunnya.
Rumput teki itu menjawab, biarlah kambing-kambing itu memakan daunnya, kasihan jika mereka kelaparan. Ia juga menjelaskan, bahwa kotoran kambing itu nantinya akan terserap ke dalam tanah dan menyuburkan daun-daun rumput teki. Setelah mendengar jawaban rumput teki, bunga seroja masih memandang sinis pada rumput teki. Bunga seroja berkata, dia beruntung tidak menjadi makanan hewan, beruntung memiliki bunga yang sangat cantik dan megah hingga semua manusia memujanya. Hewan pun tidak ada yang tega memakannya, baunya pun wangi karena tidak ada kotoran binatang yang mengenainya. Bunga seroja terus mengagumi dirinya sendiri dan merendahkan rumput teki.
Rumput teki tidak menanggapi kata-kata bunga seroja, ia terus tumbuh menghasilkan daun-daun bagi kambing maupun kelinci yang hidup di sekitar kolam itu. Ia menjalani hari-harinya dengan gembira walau setiap hari ia diinjak-injak dan dimakan binatang pemakan rumput, bahkan mereka ditimpa kotoran binatang-binatang itu.
Beberapa waktu kemudian, kemarau panjang melanda wilayah itu. Semakin hari kolam mulai berkurang airnya, warnanyapun mulai keruh. Lambat laun bunga seroja mulai terlihat kotor oleh air kolam yang penuh lumpur, daun-daunnyapun mengecil karena kekurangan air. Bunga-bunga yang mekar kini tampak kecil dan berwarna buram, dan manusia yang melihatnya tidak lagi terkagum seperti dulu, mereka lewat begitu saja tanpa memberikan pujian. Ikan-ikan yang masih tersisa di kolam mulai menggigiti daun-daunnya karena kekurangan makan. Bunga seroja kini terlihat menyedihkan, tidak ada lagi yang bisa ia banggakan di musim kemarau. Saat air kolam benar-benar habis, bunga seroja tidak mampu lagi bertahan hidup. Ia mulai mengering, dan akhirnya mati.
Sementara itu, rumput teki masih bisa bertahan dalam kekeringan. Ia dapat bertahan tetap hidup, walau tanpa hujan beberapa bulan. Semakin hari, rumput teki tumbuh menjalar di atas lumpur kolam yang mulai mengering. Seiring dengan surutnya air dan berubahnya lumpur kolam menjadi tanah basah, rumput teki justru semakin subur tumbuh di atasnya. Tanah basah itu menyediakan banyak air baginya, dan sisa-sisa kotoran hewan yang selama ini menimpanya, kini menjadi cadangan makanan yang melimpah.
Rumput teki tumbuh subur, daun-daunnya lebat, warnanya hijau segar, dan kini ia terlihat cantik tumbuh menghampar di atas kolam kering. Kesegarannya dikagumi oleh siapapun yang melewatinya, mereka memujinya sebagai pohon yang tahan musim kemarau. Dengan semua pujian itu, rumput teki tidak menjadi sombong, ia tetap gembira meskipun diinjak-injak dan dimakan binatang pemakan rumput. Ia juga tetap gembira, walau hewan-hewan itu membuang kotoran di atasnya.