Dikisahkan, pada zaman dahulu ada sepasang kakek dan nenek yang tinggal berdua saja di rumah kecil di tepi hutan. Mereka tidak memiliki anak, sudah berpuluh-puluh tahun mereka hanya hidup berdua.
Walau demikian, mereka tidak pernah merasa kesepian. Setiap hari, sang Kakek mengurus peternakan. Sementara nenek setiap hari menjahit, merajut, atau membuat kue.
Pada suatu pagi, Nenek hendak membuat kue jahe karena natal sebentar lagi tiba. Karena sudah lama tidak membuatnya, ia mencoba membuat satu kue saja sebagai percobaan. Ia mencampur seluruh bahan, seperti mentega, telur, tepung, bubuk jahe, kayu manis, dan gula secara perlahan dengan penuh kasih sayang.
Ketika adonan sudah jadi, Nenek membentuk kue jahe berbentuk manusia. Ia juga memberi hiasan dari gula di permukaannya. Bahkan, ia membuat mata dari kepingan coklat hingga membuat kue jahe itu terlihat seperti manusia yang sangat lucu. Setelah itu, Nenek memasukkan kue ke dalam oven.
Beberapa saat kemudian, Nenek mengambilnya dari oven. Namun, alangkah terkejut sang Nenek karena kue jahe itu tiba-tiba melompat dan berbicara. Nenek tidak dapat berkata apa-apa, ia hanya terdiam membisu melihat kue itu bisa bergerak dan berbicara. Kemudian, Kue Jahe melompat dari loyang dan berlari ke luar rumah.
Nenek mengejar kue jahe itu, kakek yang menyaksikan dari pekarangan pun turut mengejarnya. Namun, mereka tidak kunjung dapat mendapatkannya. Kue jahe terus lari dan lari. Lalu, ia pun bertemu dengan seekor sapi yang sedang makan.
“Mooo. Kelihatanya kau lezat sekali. Aku akan menangkapmu!” ujar sapi itu sambil mengejar kue jahe.
Si Kue pun berlari lebih cepat sambil bernyanyi, “Aku lari dari nenek. Aku lari dari kakek. Dan aku bisa lari darimu. Karena aku manusia jahe.”
Seekor sapi pun tidak dapat menangkap Kue Jahe yang kecil dan lincah itu. Tidak lama kemudian, Kue Jahe bertemu dengan seekor kuda.
“Hmm, kau tampak sangat lezat. Aku mau memakanmu.” Ucap Kuda.
“Tapi, kau tidak akan dapat menangkapku.” Ucap si Kue.
Ia lalu kembali bernyanyi, “Nenek dan kakek tak bisa menangkapku. Sapi pun tak bisa menangkapku. Kau pikir kau bisa menangkapku? Lari, lari secepat kau bisa! Kau tak akan bisa menangkapku, karena aku manusia kue jahe!”
Kue itu terus-terusan berlari. Di belakangnya ada kakek, nenek, sapi, dan kuda yang tidak berhenti mengejarnya.
Seekor ayam melihat kue jahe dan ingin memakannya. “Tok, tok, petok. Kau kelihatannya cocok untuk makan malamku. Aku akan memakanmu!” Ucap ayam.
Kue Jahe hanya tertawa. Ia lalu bernyanyi, “Nenek dan kakek mengejarku. Sapi mengejarku. Kuda juga mengejarku. Dan sekarang, kamu yang mengejarku. Aku bisa lari darimu. Tentu saja aku bisa. Karena aku manusia kue jahe!”
Sama seperti yang lainnya, Ayam juga tidak dapat menangkap kue itu. Lalu, Kue Jahe melihat seekor rubah. Tidak seperti hewan lain yang mengincarnya, Rubah itu justru terlihat biasa saja.
Hal itu membuat Kue Jahe penasaran. “Hai, Tuan Rubah, walau pun aku kelihatan lezat, tapi aku tak akan membiarkan kamu menangkap dan memakanku.” Ujar Kue Jahe.
Tapi, Rubah kelihatan tidak tertarik.
“Aku tak suka kue jahe, tidak k enak. Tapi, kau tak bisa lagi lari dari mereka. Lihatlah, di depan ada sungai. Kau mana bisa menyeberanginya.” Ucap rubah.
Kue Jahe lalu berpikir. Ia tidak mungkin melewati sungai itu. Bisa-bisa, tubuhnya hancur terkena air. Tapi, jika tidak menyeberangi sungai, ia akan mati dimakan para hewan. Lalu, si Rubah memberinya bantuan.
“Daripada kau bingung, lebih baik kubantu saja kau menyeberang. Naiklah ke ekorku, supaya kakimu tak basah.” Ucap Rubah.
Kue Jahe setuju dengan tawaran bantuan Rubah. Ia lalu naik ke ekor binatang itu. Rubah lalu menyeberangi sungai itu. Nenek, kakek, sapi, kuda, dan ayam tidak kuasa menyeberangi sungai. Mereka hanya bisa memandang kue yang menyeberangi sungai. Tidak lama kemudian, ekor Rubah perlahan-lahan mulai tenggelam.
“Naiklah ke punggungku karena sebentar lagi ekorku akan terkena air.” Ucap Rubah.
Kue Jahe menuruti perkataan binatang yang menolongnya itu. Namun, tidak lama kemudian, punggung rubah pun mulai basah.
“Kepalaku lebih tinggi, lebih baik kau naik ke kepalaku. Karena, punggungku juga mulai basah.” Ucap Rubah.
Tanpa pikir panjang, si Kue lalu menaiki kepala Rubah. Tidak lama setelahnya, kepala Rubah mulai tenggelam.
“Hei, Kue Jahe, naiklah ke hidungku. Kau aman di sini. Sebentar lagi kepalaku tenggelam.” Ujar Rubah.
“Ta..tapi, bagaimana kalau kamu nanti memakanku?” Ujar Kue Jahe ketakutan.
“Aku sudah mengatakannya tadi. Aku tak suka kue jahe. Bagiku, rasamu terlalu pedas. Bukan seleraku.” Ujar Rubah.
Kue Jahe percaya dengan kata-kata Rubah. Ia lalu menaiki hidung binatang itu. Lalu, saat sampai tepi sungai, dengan cepat Rubah memakan Kue Jahe.
“Hap!” Rubah menggigit kue itu sampai habis. “Kue jahe memang lezat. Siapa juga yang tak suka kue?” Ucap Rubah sambil tertawa.
Ternyata, selama ini ia hanya membohongi Kue Jahe.