Pada jaman dahulu, di daerah pedalaman Kalimantan Selatan hiduplah keluarga petani yang mempunyai anak laki-laki bernama si Lanang. Kebetulan, ketika itu keluarga tersebut baharu selesai memotong padi huma tunggalnya. Karena ayah si Lanang sudah tua, maka disuruhlah si Lanang mencari tempat baru untuk berladang tahun berikutnya. Untunglah bagi si Lanang ketika itu, sebab tidak jauh dari ladangnya yang semula tanah yang subur. Maka dikerjakannya tanah tersebut, ditebangnya kayu-kayu, dibuangi tunggul-runggul kayu tersebut dan sebagainya. Maka disuruhlah si Lanang mencari tempat baru untuk berladang tahun berikutnya.
Karena ayah si Lanang sudah tua dan sudah tidak begitu kuat lagi untuk bekerja berat, hampir setiap hari si Lanang sendirian saja mengerjakan ladangnya itu. Semua itu dikerjakannya dengan tekun dan senang hati, demi baktinya kepada ayah dan ibunya. Lanang adalah anak yang patuh kepada ayah ibunya, tekun, rajin dan pandai membalas budi orang tuanya. Setelah beberapa minggu si Lanang mengerjakan ladangnya menebang pohon, membuang tunggul-tunggul, membersihkan rumput menebas dan sebagainya, terkejutlah dia sebab apa yang telah dikerjakan sekian lamanya itu rasa-rasanya seperti hasil sehari dua saja. Seolah-olah pohon-pohon yang telah ditebangnya itu berdiri kembali seperti semula. Akhirnya hati si Lanang merasa curiga, tentu ada yang kurang beres menurut pikirnya.
Si Lanang di samping anak yang baik budi, rajin bekerja, juga bukan anak yang penakut. Mungkin karena didikan alam di tempat ia hidup itulah menyebabkan si Lanang menjadi orang yang pemberani. Melihat keadaan ladangnya demikian, setiap kali ditebang setiap kali seperti bangkit kembali seperti asal, dalam hatinya ingin tahu mengapa demikian.
Pada suatu petang, matahari menjelang tenggelam di ufuk Barat, seperti biasanya si Lanang bersiap-siap akan meninggalkan ladangnya akan kembali ke kampung. Panas terik mulai menurun, angin sepoi-sepoi mulai mengembus perlahan-lahan menggerakkan dahan dan ranting-ranting, dan udara terasa segar. Si Lanang telah berkemas akan meninggalkan ladangnya itu. Sesampai di pinggir ladang, terlintaslah di angannya untuk memperhatikan ladangnya dari kejauhan apa yang terjadi setelah dia pergi. Maka maksud untuk segera pulang ditundanya dan berlindunglah dia dibalik pohon sambil memperhatikan ke arah ladangnya. Sudah beberapa saat lamanya si Lanang memperhatikan keadaan sekitar ladangnya itu, namun tidaklah ada sesuatu yang mencurigakan di ladangnya itu. Lalu dilihatnya sekawanan burung punai terbang menuju ladangnya dan hinggap di pohon besar di tengah ladangnya itu. Semenetara itu kawanan burung itu melihat kian kemari, seolah-olah takut kalau di sekitar itu masih ada manusia.
Dengan hati yang berdebar-debar, si Lanang memperhatikan kawanan burung punai tersebut. Setelah dilihatnya bahwa ditempat tersebut sudah tidak ada manusia lagi, maka kawanan burung punai tersebut turun ke tanah ladang si Lanang tersebut. Awalnya burung-burung tersebut bersiul-siul dan suaranya merdu sekali, kemudian mereka menari-nari dalam ladang tersebut. Sementara itu si Lanang heran sekali, rupanya sementara burung-burung tersebut bersiul-siul dan menari-nari, sementara itu pohon-pohon yang telah ditebang di Lanang itu satu persatu bangkit berdiri kembali seperti semula. Ternyata, siulan dan tarian burung-burung punai itu mengandung kekuatan gaib yang dapat membangkitkan kembali pohon-pohon yang telah ditebangi oleh si Lanang tersebut.
Setelah berbuat demikian, burung-burung tersebut kemudian menghilang terbang naik ke pohon besar dalam ladang si Lanang tersebut. karena hari sudah mulai gelap, maka bergegas-gegaslah si Lanang pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, segera diceritarakanlah apa yang baru disaksikannya itu kepada kedua orang tua si Lanang. Ibu bapaknya pun heran mendengar ceritera anaknya itu, sebab seumur hidupnya baru sekali itu mendengar ada burung punai ajaib seperti itu.
Keesokan harinya, seperti biasa, si Lanang berangkat menuju ladangnya. Sore itu si Lanang memang sudah merencanakan bermaksud untuk berhenti lebih cepat dari biasanya, sebab teringat akan mengintai sekali lagi kalau-kalau terjadi seperti yang terjadi kemarin sore. Maka bersiap-siap si Lanang untuk bersembunyi di balik pohon besar persembunyiannya yang kemarin dan sudah dipersiapkannya sebuah tudung besar, untuk menjebak dan menangkap punai ajaib itu.
Lanang telah bersiap-siap menanti apa yang akan terjadi di tempat persembunyiannya yang kemarin, diperhatikannya pohon besar yang berada ditengah ladangnya. Beberapa saat Lanang menunggu di balik pohon tersebut, datanganlah kawanan burung punai yang kemarin. Setelah memperhatikan kian kemari dan ternyata tiada orang lagi sekitar tempat tersebut, maka kawanan burung punai itu pun turun ke ladang si Lanang itu. Mulailah mereka bersiul-siul merdu sekali sambil menari-nari kian kemari.
Pohon-pohon yang telah rebah ditebang si Lanang ketika siang hari tadi, mulailah berdiri satu persatu kembali seperti semula. Sementara memperhatikan kejadian tersebut, Lanang dengan gerakan yang tangkas melemparkan tudung besarnya ke arah kawanan burung, menjebak burung tersebut. Tapi Lanang kecewa, karena dalam sekejap terbanganlah kawanan burung punai tersebut menghilang ke arah pohon besar di tengah ladang Lanang tersebut.
Dengan harap-harap cemas, Lanang mengangkat tudungnya dan terasa ada gerakan di dalam tudungnya itu. Saat tudung terangkat betapa terkejutnya si Lanang, karena ternyata yang bergerak-gerak itu bukanlah burung punai melainkan seorang perempuan cantik yang membuat si Lanang terpukau. Lanang seakan-akan dalam mimpi apa yang dilihatnya itu. Setelah ternyata bahwa yang dilihatnya itu memang benar-benar manusia, lalu diajaknya wanita itu bercakap-cakap dan diajaknya pulang ke tempat orang tuanya.
Setibanya di rumah, orang tua si Lanang sangatlah heran mengapa anaknya pulang bersama seorang wanita yang cantik. Rasa heran orang tua si Lanang hilang setelah mendengar ceriter anaknya mengenai kejadian yang baru saja dialami si Lanang dalam kebun atau ladangnya itu.
Kini kegembiraanlah yang meliputi rumah tangga orang tua si Lanang itu, apalagi setelah mendengar kata-kata yang lemah lembut penuh sopan santun dari gadis tersebut. Gadis tersebut akhirnya tinggal bersama keluarga si Lanang, dan diangkat sebagai anak oleh orang tua si Lanang. Berhubungan si Lanag belum kawin dan ternyata mereka tidak berkeberatan, maka mereka pun dinikahkan. Setelah beberapa waktu mereka nikah, akhirnya mereka dikaruniai seorang anak laki-laki molek parasnya mirip sekali dengan ibunya. Rumah tangga si Lanang ini rukun hidup bahagia penuh kasih sayang antara suami-istri, apa lagi dengan lahirnya anak yang tidak jauh bedanya dengan wajah ibunya itu. Lanang dan isterinya sangat sayang kepada anak mereka itu, apa saja diminta anaknya selalu mereka kabulkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, isteri Lanang selalu membantu apa yang dikerjakan suaminya. Pada suatu ketika, saat isteri si Lanang membantu suaminya di ladang dilihatnya bahwa ikan untuk makan siang hari tidak ada. Maka berkatalah dia kepada suaminya, bahwa dia ingin ikan ke sungai untuk menangkap ikan. Sementara menunggu anaknya yang sedang tidur, si Lanang mengerjakan pekerjaan yang ringan-ringan di pondoknya itu.
Setelah beberapa lama ibunya pergi, maka anaknya pun bangunlah dari tidurnya. Saat melihat ibunya tidak ada didekatnya, anak itu mulai menangis. Sementara itu, si Lanang berusaha untuk menghibur hati anaknya sambil menunggu kedatangan istrinya dari sungai. Namun tangis anaknya tidak mereda, bahkan semakin menjadi-jadi dan semakin keras. Sampai lelah si Lanang berbuat agar anaknya berhenti menangis, namun tidak berhasil dan ibunya tidak datang-datang juga. Sementara itu datanglah istri si Lanang dari sungai dengan pakaian basah kuyup dan terus menghidupkan api untuk memasak makanan siang, sementara itu anaknya masih terus menangis. Ternyata anaknya semakin kesal dan tidak ada yang menghapuskan kekesalan anak tersebut, kemudian anak itu merengek-rengek agar ibunya mau menyanyi.
Ibunya pun mengatakan bahwa dia tidak pandai menyanyi. Ibu tidak bisa menyanyikan yang lain kecuali nyanyian ibu yang sakti itu, dan jika ibu menyanyikannya ibu tidak mungkin lagi jadi manusia. Ibu akan kembali menjadi burung. Kalau ibu menjelma burung kembali, mereka tidak mungkin berumpul seperti sekarang ini. Anak tersebut tidak mengerti apa maksud ibunya itu, maka teruslah dia merengek-rengek meminta agar ibunya menyanyi. Sementara bercakap-cakap itu, nasi pun masak, dan mulailah mereka makan siang. Namun si anak masih tetap menangis merengek-rengek minta agar si ibu menyanyi dan tidak mau makan.
Lima kali berturut-turut sang ibu menyanyi, mulailah lutut sang ibu berubah menjadi lutut burung. Dan kini sampai batas pinggang, sang ibu sudah berubah menjadi berujud pinggang burung. Sementara itu baulah sang anak terperanjat demi dilihat ibunya berubah wujudnya menjadi burung. Kemudian ibu tersebut mengangkat mukanya perlahan-lahan mencari-cari di manakah suaminya itu. Ternyata si Lanag sedang sibuk menutupipintu-pintu, jendela-jendela dan semua lubang-lubang kecil pada dinding rumahnya itu. Maksud suaminya itu, jika nanti isterinya itu telah benar-benar berubah menjadi burung kembali dapat ditangkapnya kembali.
Sementara itu diteruskannya menyanyikan nyanyian saktinya itu, dan seketika itu seluruh tubuh sang isteri telah berubah kembali menjadi seekor buring punai dan terbanglah burung tersebut dalam rumah. Sementara itu si Lanang berusaha untuk menangkap kembali burung punai penjelmaan isterinya itu, namun sia-sia karena burung punai tersebut selalu terbang dan akhirnya burung tersebut dapat keluar melalui lubang kecil pada jendela bagia atas rumah Lanang tersebut.
Dengan tergesa-gesa Lanang lari keluar rumah untuk mengejar burung tersebut, tapi ternyata burung punai tersebut tidak terbang jauh melainkan hinggap di atas pohon durian yang ada di depan rumah si Lanang tersebut. Di atas pohon durian tersebut bernyanyilah punai sakti itu sambil mengepak-ngepakkan sayapnya seakan-akan mengucapkan selamat tinggal dan selamat berpisah untuk selama-lamanya kepada suami dan anak kesayangannya. Setelah beberapa saat punai ajaib itu bertengger di atas pohon durian tersebut, tampak dari kejauhan datang kawanan burung punai ke tempat tersebut kemudian bersama-sama terbang dengan punai ajaib itu. Kini punai ajaib telah jauh, terbang menghilang untuk selama-lamanya. Kini tinggallah si Lanang dengan anaknya yang piatu, dan dirundung penyesalan yang tidak kunjung reda.