
Pada zaman dahulu kala, ada seekor tikus tanah bernama Rum. Ia berbulu halus dan berkumis tipis, dengan giginya yang tajam ia dapat memotong ranting. Ia tinggal di sebuah liang bersama kedua adiknya, mereka adalah yatim piatu. Sebagai kakak, Rum menyayangi mereka. Rum memandikan mereka, menyiapkan makanan, bahkan menidurkan mereka.
Ia sering pergi jauh sendirian mencari buah-buahan seperti buah peru, buah kogor dan buah yembil. Di dalam gudang, buah-buahan hampir habis. Rum pamit kepada kedua adiknya, nmaun kali ini kedua adiknya seperti tidak merelakan kakaknya pergi lebih jauh dan lama.
Rum pergi ke rumah ratu semut, llau ratu semut menyarankan kepadanya agar ia pergi saja ke arah barat hutan. Di daerah itu ada satu pohon peru, dan saat itu pohon itu sedang berbuah. Saat Rum hendak melanjutkan perjalanan, ratu semut berkata bahwa di sana ada seekor ular dan ratu semut memberika tongkat pelindung kepada Rum. Ia menerimanya dan mengucapkan terima kasih kepada si ratu semut, namun tongkat yang ia terima itu memiliki pantangan. Rum, dilarang memetik lebih dari 20 buah, dan jika ia melanggar maka seluruh hutan milliknya akan terbakar.
Dalam perjalanan ia singgah di rumah rusa, namun rusa sedang tidak di rumah. Di dekat rumah rusa ada sungai kecil yang airnya jernih, lalu Rum pun ke sana untuk mandi. Usai mandi ia makan buah yembil yang ia bawa dari rumah. Ia tidur sebentar dengan telinga yang selalu dengar percik air, suara angin, dan bunyi patahan ranting. Di dalam tidur, ia bermimpi melihat kedua adiknya di rumah sedang pesta buah.
Ia dikagetkan oleh percik air sungai yang persis mengenai dahinya. Ia lalu mengusap mata dan mencoba mengingat-ingat adegan mimpinya, namun ia sudah lupa. Ia mencuci muka lalu membereskan bawaanya melanjutkan perjalanan.
Rum semakin dekat dengan rumah ular, rumah beratap semak dan berdinding batu. Ular sedang tidur melingkar dengan mata tertutup. Di samping rumah ular ada sebuah pohon peru yang sarat buahnya. Sudah dua hari Rum berjalan jauh dan saat melihat buah peru yang mulai matang itu, ia semakin lapar dan ingin segera memetik dan memakannya, tentu saja sebagian juga ia akan bawa pulang. Rum teringat kata-kata ayahnya bahwa bangsa ular adalah musuh keluarga tikus tanah, sebisa mungkin para tikus tanah harus menghindar dari wilayah kekuasaan ular. Namun, inilah satu-satunya pohon peru yang masih hidup dan berbuah.
Sebenarnya ada banyak pohon peru, namun beberapa tahun lalu datang wabah yang menimpa seluruh keluarga peru. Wabah itu awalnya menyerang daun, daun menjadi kering dan gugur. Lalu wabah menyerang ranting, sehingga reranting kering dan patah. Kemudian wabah menyerang batang, akhrinya batang pohong menjadikering dan lapuk hingga akar. Kini yang tersisa satu pohon peru, dan ia dijaga ular.
Rum memandang tongkat dan ia melemparkan tongkat itu ke tanah, seketika tongkat berubah menjadi koloni semut yang dipimpin oleh satu panglima perang. Kemudian setelah mereka mendengar arahan Rum, mereka berjalan dengan barisan panjang. Kabut makin tebal. Rum, menggigil sebab seluruh tubuhnya basah. Semut-semut itu berjalan mendekati sang ular yang sesekali melemparkan pandangan ke pohon peru, dan mereka mengucapkan salam kepada si ular.
Semut—panglima perang bilang:
“Apakah kami boleh meminta 20 buah peru?”
“Tidak! ini milikku dan aku sedang menunggu tikus tanah—makanan kesukaanku.”
Ia menjulurkan lida cabangnya.
“Bolehkah kami meminta 10 buah? Kami sangat lapar.”
Sang ular tetap menjawab: “Tidak!” Ekornya bergoyang menyentuh daun kering.
Barisan semut itu, pulang. Dalam perjalanan pulang, panglima semut berpikir, bagaimana jika salah satu dari mereka berubah wujud menjadi tikus tanah. Ia sendiri bersedia menjadi tikus tanah, dan segera ia berbicara dengan Rum. Si panglima kemudian berubah wujud menjadi tikus tanah.
Segera ia ke sana, dan melihat ular dengan mata yang awas. Ular itu mulai merayap ke arahnya. Si panglima terus bergerak mendekati pohon, namun ia tidak mengambil satu buah pun. Saat ular itu mulai mempercepat gerakannya, ia segera berlari melingkar ke belakang rumah.
Ia bergerak menjauh dari rumah si ular, dan segera Rum beserta koloni semut lain bergerak secepat angin. Beberapa memanjat pohon sedang yang lain memungut dan mengumpulkan, lalu mereka membawa buah-buah itu menjauh dari rumah ular kembali ke tempat persembunyian. Sambil memantau arah pergerakan panglima, Rum memakan buah peru. Mereka lupa pesan si ratu semut, karena mereka sudah memetik 100 buah.
Di belakang rumah si ular, panglima itu telah berubah wujud menjadi semut. Si ular seperti kehilangan jejak dalam sekejap mata. Ia mencarinya tapi hanya aroma tubuh si tikus yang semakin tajam, dan ular itu terus bergerak mengikuti aroma tikus tanah yang semakin jauh dari rumahnya. Tidak lama kemudian panglima koloni semut Kembali, ia bergabung dengan koloni semut lain dan berubah wujud menjadi tongkat.
Rum kembali ke liang mengikuti jalan yang sama. Tetapi sebelum sampai di sana, ia didatangi koloni semut: ia dapat kabar bahwa hutan miliknya telah terbakar. Saat itulah ia sadar bahwa ia telah memetik lebih dari dua puluh buah, dan ia segera mempercepat langkahnya. Rum dalam perjalanan singgah di rumah ratu semut, Rum mengucapkan banyak terima kasih dan ia mengembalikan tongkat itu kepada sang ratu.
Ia segera berlari lebih kencang dan ia dapati hutan miliknya telah lenyap. Hanya asap dan sisa bara api, aroma tubuh kedua adiknya tercium juga olehnya, ia bergerak mengikuti aroma itu hingga tiba di rumah. Rum tidak menemukan mereka, hanya abu dan asap dan juga sisa bara api. Ia meneteskan air mata, beberapa tetesnya jatuh dan memadamkan nyala bara.
Ia berkabung untuk beberapa hari. Segera setelah itu, ia menanam biji pohon peru. Ia menyiram dengan mengambil air dari sungai milik rusa. Melihat ia bekerja sendirian, rusa dan koloni semut datang membantunya menimbah air. Kasuari juga membantunya, ia menaburkan biji tanaman lain, demikian juga burung kaka tua yang menaburkan biji damar yang ia bawa dari hutan miliknya.
Suatu malam, Rum bermimpi bertemu ayah dan ibunya. Keduanya memberi tahu, bahwa kedua adiknya telah mereka selamatkan. Mereka terbang dan kini tinggal di satu tempat, hutannya luas dan banyak pohon peru.